Feb 2, 2012

Please be seated

Membaca sebuah kalimat yang ditulis oleh seorang teman, ingatan saya melayang pada satu periode waktu ketika saya rutin melakukan perjalanan Semarang-Salatiga, Salatiga-Semarang.
Bukan, saya bukan pengemudi atau kondektur bus antar kota, saya hanyalah salah satu penumpang yang setia menggunakan jasa mereka.

Selama menjadi penumpang setia bus jurusan Semarang-Solo ini (walaupun saya berhenti di Salatiga, tepat di tengah rute bus) ada beberapa kejadian yang benar2 membuat saya bersyukur atas apa yang saya miliki sekarang.

Let me share one of the stories...

***

Dari sekian banyak perusahaan bus yang melayani trayek Semarang-Solo PP, pilihan saya hampir pasti jatuh pada bus patas (apapun PO-nya). Alasannya sederhana, bus patas memiliki seat 2-2 dan AC yang mendukung saya untuk tidur selama perjalanan dan ya, tanpa asap rokok :D

Memang ongkos yang dikeluarkan lebih mahal daripada ongkos bus non-AC, namun saya rasa itu sepadan dengan kenyamanan yang didapat.

Beberapa kali saya temui, orang tua dan anak-anaknya yang juga menggunakan bus jenis ini (terutama musim liburan). Entah dengan pertimbangan biaya atau kepraktisan (bukan karena terbatasnya kapasitas tempat duduk bus), sering kali mereka memutuskan untuk memangku anak-anak mereka. Well, kalau anak usia balita sih masih bisa diterima dengan akal sehat. Tapi kalau memangku anak usia 7-8 tahun? Semarang-Solo? Can u imagine?

Dan karena merasa iba, penumpang yang duduk di sebelah orang tua (yang memangku) anaknya tadi pasti akan menyisihkan sedikit ruang bagi mereka (dengan ikhlas atau dengan terpaksa, hanya mereka dan Tuhan yang tahu)

Dari sudut pandang saya, apa bedanya dengan naik bus bumel kalau sama-sama duduk gak nyaman...

Mungkin saya memang agak egois, namun saya coba melihat dengan cara saya sendiri. Apakah bijak, hanya dengan dalih biaya atau kepraktisan kita mengorbankan kenyamanan orang lain? Tidak bertimbang rasa pada penumpang yang bersedia mengeluarkan sejumlah biaya ekstra demi kenyamanan yang seharusnya mereka dapat? Bukankah masih ada piliha moda transportasi dengan biaya yang lebih murah?

***
Saya tidak dilahirkan di keluarga yang kaya secara materi, naik moda transportasi jenis apapun pernah saya coba. Namun sejauh yang saya ingat, orang tua saya selalu memberi contoh praktis yang dapat saya aplikasikan di kehidupan saya, salah satunya : saya selalu mendapat tempat duduk saya sendiri dengan membayar tiket sesuai ketentuan, bahkan sejak saya masih duduk di bangku TK. Saya masih ingat argumentasi Mama dengan kondektur ketika bus daam kondisi penuh dan kondektur meminta Mama untuk memangku saya.

Well, saran saya, pilih moda transportasi sesuai kemampuan dan rencanakan perjalanan dengan baik. Dengan demikian, secara tidak langsung kita akan merespek orang lain, mengurangi resiko membuat mereka tidak nyaman

No comments:

Post a Comment